Jumat, 21 Maret 2014 |
0
komentar
8 Kebohongan Seorang Ibu
KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA
Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan sebagian nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tidak lapar”
KEBOHONGAN IBU YANG KE DUA
Ketika saya dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu untuk pergi memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancing, ia dapat memberikan sedikit makanan.Pulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sendokku, aku memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, ia berkata : “Makanlah nak, ibu tidak suka makan ikan”
KEBOHONGAN IBU YANG KE TIGA
Sekarang aku sudah masuk Sekolah Menengah, demi membiayai sekolahku dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak mancis untuk dijual, dan hasil jualan itu membuahkan sedikit uang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Di kala musim dingin tiba, aku terbangun dari tempat tidurku, melihat ibu belum tidur dan bertumpu pada lilin kecil yang dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya membuat persiapan untuk menjual kotak mancis dikeesokan harinya. Aku berkata : “Ibu, tidurlah, sudah malam, besok pagi ibu masih harus bekerja.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, ibu tidak penat”
KEBOHONGAN IBU YANG KE EMPAT
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi loceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata : “Minumlah nak, ibu tidak haus!”
KEBOHONGAN IBU YANG KE LIMA
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai keperluan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat keadaan keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku yang membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasihati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasihat mereka, ibu berkata : “Saya tidak suka akan cinta”
KEBOHONGAN IBU YANG KE ENAM
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya istirahat dari kerja. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, tetapi ibu berkeras tidak mau menerima uang itu. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : “Ibu masih ada uang”
KEBOHONGAN IBU YANG KE TUJUH
Setelah lulus akan peperiksaan akhir menengah, aku pun melanjutkan pelajaran di sebuah universitas di luar negeri, berkat biasiswa dari sebuah lembaga swasta. Akhirnya aku pun bekerja di lembaga itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup diluar negeri. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau menyusahkan anaknya, ia berkata kepadaku : “Ibu tidak biasa tinggal di negara orang”
KEBOHONGAN IBU YANG KE DELAPAN
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker usus, dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudera atlantik segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa sakitnya pnyakit yg dihadapi oleh ibuku, sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu dengan segaranya berkata : “Jangan menangis anakku, ibu tidak sakit”
Setelah mengucapkan kebohongannya yang kelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.
Ibu... dialah seorang wanita yang sanggup berkorban apa saja demi anak-anaknya. Dia sanggup kelaparan, kesakitan dan sebagainya demi anak-anak. Naluri seorang ibu sukar kita terjemahkan. Kasihnya ibu membawa kita ke Syurga. Sayangilah ibu kita. Doakan selalu. Kenang IBU dalam DOAmu
- sumber: https://www.google.com/ -